Waktu shalat Ashar sebentar lagi berlalu. Dita bergegas
turun dari sepeda motornya dan berjalan ke dalam masjid.
Sejenak ia meragu, apakah dia bisa mengambil wudhu dan
shalat di masjid ini. Pasalnya, berdasarkan banyak
pengalamannya, shalat di masjid tak selamanya nyaman
dilaksanakan oleh perempuan berjilbab yang rapi menutup
aurat. Tempat berwudhu yang tak dikhususkan atau mungkin
terpisah dari tempat wudhu laki-laki tetapi tanpa penghalang
dari lalu-lalang umum adalah kondisi yang kerap ia temui.
Sehingga shalat di “sembarang” masjid menjadi masalah
tersendiri untuknya dan banyak kaum Muslimah lainnya.
Berbekal pengalaman-pengalaman itulah, Dita sebenarnya agak
sangsi memilih untuk shalat di masjid di pinggir kota
Jakarta ini. Akan tetapi, waktu ashar sebentar lagi habis.
Jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul lima
sore. Dita pun melangkah ke tempat wudhu. Setelah celingak-
celinguk sebentar untuk mencari petunjuk tempat wudhu
perempuan, Dita pun menemukan tempat wudhu khusus perempuan
tersebut di sudut belakang masjid. Tersambung dengan tempat
wudhu laki-laki memang. Namun, sebuah pintu bergaya Jawa
memisahkan dua tempat wudhu. Lumayan tinggi, sehingga tak
memungkinkan untuk dapat melihat keadaan di balik pintu.
Pintu itu juga terkunci disisi tempat wudhu perempuan.
Sebuah kaca besar terpampang di atas jalur keran wudhu.
Lengkap dengan wastafel dan sebotol sabun pencuci tangan.
Sesuatu yang jarang ditemui di tempat wudhu perempuan,
terutama untuk sebuah masjid kecil. Bersih.
Dita memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah kamar mandi
kecil di sebelah tempat wudhu. Wow… Dita sungguh tak
menyangka pada apa yang dilihatnya. Harum pewangi ruangan
menyambutnya ketika membuka pintu dan kamar mandi itu sangat
bersih. Bak air yang biasanya keruh dengan endapan kotoran
di dasarnya sungguh tak terlihat. Yang ada di hadapannya
adalah bak air yang bersih dengan keran air yang deras
mengeluarkan air. Dita sungguh takjub. Lampu yang menerangi
kamar mandi itu pun bersinar terang, tak seperti yang kadang
Dita temui di kamar mandi dan toilet masjid yang kadang mati
bahkan toilet dikunci.
…Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian melarang para
perempuan shalat di masjid, hendaklah mereka keluar tanpa
memakai wangi-wangian…
Usai berwudhu, Dita pun melangkah ke tempat mukena ditaruh.
Ada beberapa mukena yang cukup bersih untuk digunakan.
Pembatas shaf laki-laki dan perempuan dipasang cukup tinggi,
terbuat dari partisi berukiran Jawa yang indah. Dita pun
mendirikan shalat dengan nyaman.
Shalat di masjid, walaupun bukanlah hal yang wajib bagi kaum
Muslimah tetapi merupakan hal yang dibolehkan oleh
Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya, “Janganlah kalian
melarang para perempuan shalat di masjid, hendaklah mereka
keluar tanpa memakai wangi-wangian,” (HR. Ahmad, Abu Daud
dari Abu Hurairah).
Meskipun memang, sebaik-baik masjid bagi perempuan tetaplah
di dalam rumahnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ummu
Salamah , Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik masjid bagi
kaum perempuan adalah rumahnya” (HR. Ahmad)
Namun demikian, kondisi yang ada saat ini, terkadang membuat
perempuan mau tak bisa shalat di masjid. Manakala mereka
dalam perjalanan, bekerja, atau tengah menuntut ilmu.
Kondisi yang demikian ini, seharusnya membuat kaum Muslimin
juga memperhatikan bagaimana kondisi tempat wudhu dan shalat
bagi Muslimah. Sehingga kaum Muslimah dapat dengan mudah
menemukan masjid yang “ramah” bagi mereka.
…Sebaik-baik masjid bagi kaum perempuan adalah rumahnya…
Bila mereka dapat shalat tepat waktu karena dapat shalat di
masjid manapun dalam perjalanan atau dalam aktivitasnya,
tentu ini membawa kebaikan yang besar. Para Muslimah tak
perlu lagi menunda shalatnya hingga tiba di rumah atau tiba
di masjid yang memungkinkan mereka berwudhu dan shalat
dengan nyaman. Semoga, setiap masjid kelak dapat memberikan
tempat yang terbaik bagi semua kaum muslimin laki-laki dan
perempuan untuk shalat dan bersyukur atas nikmat keindahan
Islam yang dipeluknya. [‘Aliya/voa-islam.com]embed>